Property Rights di Indonesia
Dalam pasal 33 ayat (1) UUD 1945, disebutkan bahwa “bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara”. Hak menguasai dari Negara tersebut kemudian dijelaskan dalam UUPA (pasal 1 ayat 2) yaitu memberi wewenang kepada Negara untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan memeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; dan menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Atas dasar tersebut kemudian diatur hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada perorangan maupun badan hukum dalam jangka waktu tertentu untuk mempergunakan/ mengusahakan tanah termasuk tubuh bumi, air, serta ruang yang ada diatasnya sesuai dengan jenis hak yang diberikan. Jenis hak-hak atas tanah tersebut antara lain: Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, dan hak-hak lainnya yang diatur dalam peraturan turunan seperti Hak Pengelolaan. Hak Milik merupakan hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Sedangkan hak atas tanah lainnya (Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Pengelolaan) mempunyai jangka waktu tertentu dan penggunaannya diatur sesuai dengan jenis haknya. Adapun asal-usul tanahnya dapat dibedakan menjadi tanah bekas milik adat, tanah Negara bebas, dll.
Property Rights di Belanda
Tidak seperti di Indonesia yang mempunyai banyak jenis-jenis hak atas tanah, di Belanda Hak atas Tanah (ground ownership) hanya dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu freehold (eigen grond) dan leasehold (erfpacht) yang diatur di dalam Dutch Civil Code. Sama halnya dengan Hak Milik di Indonesia, freehold juga merupakan absolute ownership atas bidang tanah termasuk apa yang ada di bawah dan di atas tanah. Sedangkan leasehold adalah hak untuk menggunakan tanah dan atau membangun di atas tanah yang dimiliki oleh pihak lain/freeholder. Dengan kata lain, leaseholder dapat menggunakan tanah dan membangun properti seolah-olah dia akan menjadi pemiliknya. Berdasarkan asal tanahnya, leasehold dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu municipality leasehold (gemeentelijke erfpacht) apabila tanahnya dimiliki oleh pemerintah kota dan private leasehold (particuliere erfpacht) apabila tanahnya dimiliki oleh pribadi. 85% tanah dimiliki oleh pemerintah kota.
Tidak seperti sistem sewa di Indonesia, leasehold dapat dialihkan/diperjualbelikan dan didaftarkan haknya di kantor kadaster. Jika leaseholder mengalihkan haknya kepada orang lain, maka kondisi leasehold atas tanahnya tidak akan berubah. Hak-hak atas tanahnya akan sepenuhnya ditransfer ke pembeli leasehold. Peraturan terkait dengan leasehold sangatlah terbatas. Oleh karena itu, mencermati isi kontrak jual beli leasehold dengan baik sangatlah dibutuhkan. Kontrak tersebut biasanya menetapkan apa saja yang menjadi hak dan kewajiban pemilik tanah dan pemegang leasehold, jangka waktu pemberian leasehold (biasanya antara 30 – 50 tahun), dan juga biaya penggunaan tahunan (canon).